Senin, 06 April 2015

Instrumen hukum HAM internasional

Instrumen hukum HAM internasional

Pelaksanaan perlindungan HAM di berbagai negara dilakukan dengan
mengacu pada berbagai instrumen HAM internasional. Beberapa instrumen
hukum HAM internasional itu adalah sebagai berikut.

a. Hukum kebiasaan
Hukum kebiasaan merupakan hukum yang diterima melalui praktik umum.
Dalam menyelesaikan berbagai sengketa intemasional, hukum kebiasaan
merupakan salah satu sumber hukum yang digunakan oleh Mahkamah
Internasional. Hukum kebiasaan internasional mengenai HAM, antara lain,
terdiri dari larangan penyiksaan, larangan diskriminasi, larangan pembantaian
massal, larangan perbudakan dan perdagangan manusia, dan larangan
terhadap berbagai tindakan pembunuhan dan sewenang-wenang.

b. Piagam PBB
Dalam piagam PBB terdapat ketentuan mengenai HAM, di antaranya,
sebagai berikut.
1) Pasal 55 menyatakan: “... Perserikatan Bangsa-Bangsa akan
menggalakkan (a) standar hidup yang lebih tinggi, pekerjaan penuh,
kemajuan ekonomi, dan kemajuan serta perkembangan sosial; (b)
pemecahan masalah-masalah ekonomi, sosial, dan kesehatan
internasional dan masalah-masalah terkait lainnya; budaya internasional
dan kerja sama pendidikan; dan (c) penghormatan universal dan
pematuhan hak-hak asasi dan kebebasan dasar manusia bagi semua
tanpa pembedaan ras, jenis kelamin, bahasa, dan agama”.
2) Pasal 1 menyatakan: “Tujuan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah
untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional ... dan
menggalakkan serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia
dan kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan ras,
jenis kelamin, bahasa, maupun agama ...”.
3) Pasal 56 menyatakan: “Semua anggota berjanji kepada diri mereka sendiri
untuk melakukan tindakan secara bersama atau sendiri-sendiri dalam
bekerja sama dengan organisasi untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan
dalam Pasal 55”.

c. The International Bill of Human Rights
The International Bill of Human Rights merupakan istilah yang digunakan
dalam pemilihan tiga instrumen utama HAM beserta dengan protokol opsinya.
Ketiga instrumen utama yang dimaksud tersebut meliputi: (a) Kovenan
Internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik (The International
Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR); (b) Pernyataan Sedunia
mengenai Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human Rights/
UDHR); (c) Kovenan Internasional mengenai Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya (The International Covenant on Economic, Social, and Cultural
Rights/ICESCR); (d) protokol opsi pertama pada ICCPR yang kini berubah
menjadi UDHR merupakan instrumen HAM terpenting. Semua instrumen
internasional HAM dan konstitusi di berbagai negara merujuk pada UDHR.
d. Traktat-traktat pada bidang khusus HAM
Dalam bidang-bidang tertentu yang berkenaan dengan HAM, ada
berbagai traktat khusus yang mempunyai kekuatan mengikat bagi negaranegara
pesertanya. Adapun traktat-traktat khusus yang terpenting adalah
Konvensi tentang Status Pengungsi, Konvensi tentang Pencegahan dan
Penghukuman Kejahatan Genosida, Konvensi mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, Perlakuan dan Penghukuman Hak
Manusiawi atau yang Merendahkan Martabat, Konvensi mengenai Hak-Hak
Anak, Protokol mengenai Status Pengungsi, Konvensi Internasional mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Ras, Konvensi mengenai
Penyiksaan dan Kekejaman Lainnya, dan Konvensi mengenai Protokol Opsi
pada ICCPR yang bertujuan menghapus hukuman mati.
PBB membentuk organ pelengkap untuk lebih mengefektifkan
implementasi berbagai ketentuan mengenai HAM tersebut, di antaranya, yaitu
Komisi Hak Asasi Manusia (The Commission on Human Rights/CHR).
Badan ini melakukan studi, mempersiapkan berbagai rancangan konvensi
dan deklarasi, melaksanakan misi pencarian fakta, membahas berbagai
pelanggaran HAM dalam sidang-sidang umum atau khusus PBB, serta
memperbaiki prosedur penanganan HAM. Untuk memantau pelaksanaan
traktat-traktat khusus di tiap-tiap negara peserta traktat, telah dibentuk enam
komite. Keenam komite tersebut adalah
1) Committee on the Rights of Child, mengawasi pelaksanaan Convention
on the Rights of the Childs (CRC);
2) Committee on the Elimination of Discrimination against Woman,
mengawasi pelaksanaan Convention on the Elimination of All Forms
of Discrimination against Woman (CEDAW);
3) ICCPR Human Rights Committee, mengawasi pelaksanaan
International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR);
4) Committee Against Torture, mengawasi pelaksanaan Convention
Against Torture and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment
or Punishment (CAT);
5) Committee on Economic, Social, and Cultural Rights, mengawasi
pelaksanaan International Covenant on Economic, Social, and
Cultural Rights (CESCR);
6) Committee on the Elimination of Racial Discrimination, mengawasi
pelaksanaan International Covenantion on the Elimination of All
Forms of Racial Discrimination (CERD).
e. Konvensi internasional tentang HAM
Konvensi internasional tentang hak asasi manusia merupakan wujud nyata
kepedulian masyarakat internasional akan penegakan, perlindungan,
pengakuan, dan pemajuan hak asasi manusia. Beberapa konvensi yang
berhasil diciptakan, di antaranya, sebagai berikut.
1) Universal Declaration of Human Rights (Pernyataan Hak Asasi
Manusia Sedunia)
Sidang Umum PBB tanggal 10 Desember 1948 menghasilkan deklarasi
yang dapat dikatakan sebagai pernyataan pertama dari masyarakat
internasional tentang perlunya pengakuan dan jaminan akan hak asasi manusia
ini. Deklarasi ini memang tidak mengikat negara anggota secara hukum, tetapi
paling tidak sudah menunjukkan komitmen bersama dan sebagai seruan moral
bagi bangsa-bangsa untuk menegakkan hak asasi manusia. Hak-hak yang
diperjuangkan masih terbatas pada hak ekonomi, politik, sipil, dan sosial.
Piagam ini merupakan hasil kompromi antara negara Barat yang
memperjuangkan hak-hak generasi pertama dengan negara-negara sosialis
(Timur) yang memperjuangkan hak-hak generasi kedua.
2) International Convenant of Civil and Political Rights (Perjanjian
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) dan International
Convenant of Economic, Social, and Cultural Rights (Perjanjian
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya) tahun
1966
Secara aklamasi, kedua convenant (perjanjian) ini disetujui oleh negaranegara
anggota PBB. Kedua perjanjian ini lebih bersifat mengikat bagi negara
dalam memperoleh kesempatan untuk memilih salah satu atau kedua-duanya.
Negara yang menginginkan isi perjanjian ini berlaku di negaranya harus
melakukan proses ratifikasi terlebih dahulu. Hak-hak asasi manusia yang
tercantum di dalam dua perjanjian PBB ini oleh sebagian besar umat manusia
dianggap sudah bersifat universal.
3) Declaration on The Rights of Peoples to Peace (Deklarasi Hak
Bangsa atas Perdamaian) tahun 1984 dan Declaration on The Rights
to Development (Deklarasi Hak atas Pembangunan) tahun 1986
Kedua deklarasi ini dihasilkan oleh negara-negara Dunia Ketiga (negara
berkembang), yaitu negara-negara di kawasan Asia-Afrika. Deklarasi ini
adalah wujud upaya negara-negara Dunia Ketiga guna memperjuangkan hak
asasi manusia generasi ketiga, yaitu hak atas perdamaian serta pembangunan.
Dua tuntutan hak ini wajar karena negara-negara Asia Afrika ialah negara
bekas jajahan, negara baru yang menginginkan kemajuan seperti negara lain.
4) African Charter on Human and Peoples Rights (Banjul Charter)
Piagam ini dibuat oleh negara-negara Afrika yang tergabung dalam
Persatuan Afrika (OAU) pada tahun 1981. Charter (piagam) ini merupakan
usaha untuk merumuskan ciri khas bangsa Afrika dan menggabungkannya
dengan hak politik dan ekonomi yang tercantum dalam dua perjanjian PBB.
Mulai tahun 1987, diberlakukan beberapa hal penting yang mencakup hak
dan kebebasan serta kewajiban. Inti dari Banjul Charter adalah penekanan
pada hak-hak atas pembangunan dan terpenuhinya hak ekonomi, sosial, dan
budaya yang merupakan jaminan untuk memenuhi hak politik.
5) Cairo Declaration on Human Rights in Islam
Deklarasi ini dibuat oleh negara-negara anggota OKI pada tahun 1990.
Deklarasi ini menyatakan bahwa semua hak dan kebebasan yang terumuskan
di dalamnya tunduk pada ketentuan Syariat Islam sebagai satu-satunya acuan.
6) Bangkok Declaration
Deklarasi Bangkok diterima oleh negara-negara Asia pada bulan April
tahun 1993. Dalam deklarasi ini tercermin keinginan dan kepentingan negaranegara
di kawasan itu. Deklarasi ini mempertegas beberapa prinsip tentang
hak asasi manusia, antara lain,
a) right to Development, yaitu hak pembangunan sebagai hak asasi yang
harus pula diakui semua negara;
b) nonselectivity dan objectivity, yaitu tidak boleh memilih hak asasi
manusia dan menganggap satu lebih penting dari yang lain;
c) universality, yaitu HAM berlaku universal untuk semua manusia tanpa
membedakan ras, agama, kelompok, etnik, dan kedudukan sosial;
d) indivisibility dan interdependence, yaitu hak asasi manusia tidak boleh
dibagi-bagi atau dipilah-pilah. Semua hak asasi manusia saling
berhubungan dan tergantung satu sama lainnya.
7) Vienna Declaration (Deklarasi Wina) 1993
Pada tahun 1993, telah ditandatangani suatu deklarasi di Wina, Austria.
Deklarasi ini merupakan deklarasi universal dari negara-negara yang
tergabung dalam PBB. Deklarasi Wina merupakan kompromi antara
pandangan negara-negara Barat dan negara-negara berkembang yang
disetujui oleh lebih dari 170 negara. Deklarasi tersebut memunculkan apa
yang dinamakan sebagai hak asasi generasi ketiga, yaitu hak pembangunan.
Pada hakikatnya, Deklarasi Wina merupakan reevaluasi kedua terhadap
deklarasi HAM dan suatu penyesuaian yang telah disetujui oleh hampir semua
negara yang tergabung dalam PBB, termasuk Indonesia. Deklarasi Wina
mencerminkan usaha untuk menjembatani jurang antara pemikiran Barat dan
non-Barat dengan berpegang teguh pada asas bahwa hak asasi bersifat
universal.

Related Articles:

Posting Komentar