Syair bersumber dari kesusastraan Arab dan tumbuh memasyarakat sekitar abad
ke-13, seiring dengan masuknya agama Islam ke Nusantara. Seperti halnya
pantun, syair memiliki empat larik dalam setiap baitnya; setiap larik terdiri
atas empat kata atau antara delapan sampai dengan dua belas suku kata. Akan
tetapi, syair tidak pernah menggunakan sampiran. Dengan kata lain, larik-larik
yang terdapat dalam syair memuat isi syair tersebut. Perbedaan pantun dan
syair terletak juga pada pola rima. Apabila pantun berpola a-b-a-b, maka syair
berpola a-a-a-a.
Karena bait syair terdiri atas isi semata, antara bait yang satu dengan bait lainnya
biasanya terangkai sebuah cerita. Jadi, apabila orang akan bercerita, syair adalah
pilihan yang tepat. Cerita yang dikemas dalam bentuk syair biasanya bersumber
dari mitologi, religi, sejarah, atau dapat juga rekaan semata dari pengarangnya.
Syair yang cukup terkenal yang merupakan khazanah sastra Nusantara, misalnya
Syair Perahu karya Hamzah Fansuri, Syair Singapura Dimakan Api karya
Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, Syair Bidasari, Syair Abdul Muluk, Syair
Ken Tambunan, Syair Burung Pungguk, dan Syair Yatim Nestapa. Marilah kita
sejenak memerhatikan beberapa bait pengantar Syair Burung Pungguk
Posting Komentar