Rumah Cangkang dan Sayap Pelangi
Oleh Laila Fitroh
Di bawah pohon flamboyan yang sedang berbunga, berteduh seekor kurakura.
Ia tampak sedih. Air matanya menetes membasahi pipinya yang mungil dan
putih. Ia tak sanggup mengusap air matanya karena keempat kakinya yang
pendek tak kuasa menyentuh kepalanya.
"Kenapa kamu menangis, Ra?" tanya seekor kupu-kupu yang kebetulan
melintas. Sayap kupu-kupu itu sangat indah. Semua warna pelangi ada
padanya. Dia biasa dipanggil Furi.
"Furi, aku bosan jadi kura-kura. Lihat jalanku makin lama makin lambat karena
aku harus menggendong cangkang ini ke mana pun aku pergi. Huh! Berat sekali
rasanya. Aku capek. Andai aku kupu-kupu sepertimu pasti menyenangkan. Aku
bisa terbang ke mana pun aku suka. Tubuhmu begitu ringan dan sayapmu begitu
cantik. Hu…hu…hu…," Rara menangis.
"Aku iri padamu Furi. Aku iri sekali. Hu-hu-hu," Rara menangis lagi.
"O,jadi itu yang membuatmu menangis. Sekarang diamlah, Ra. Aku akan
menghiburmu dengan tarian kupu-kupuku. Diam ya?” hibur Furi yang
kemudian mulai menari. Sayap-sayap indah pelanginya dikepak-kepakkan.
Tubuh jingganya meliuk-liuk. Sejenak ia mengambang di udara, lalu menari
berputar dan hinggap di kelopak mawar. Alangkah indahnya tarian Furi.
Anehnya, tangis Rara semakin kencang. Furi menjadi heran dan bingung
melihat tingkah Rara.
"Lho, dihibur, kok, malah keras nangisnya. Diamlah Rara! Bergembiralah.
Tra-la-la! Mari menyanyi!"
"Hu…hu…hu melihat tarianmu itu aku semakin iri. Hu…hu…hu…andai
aku kupu-kupu sepertimu, aku pasti bisa menari sepertimu. Hu…hu…hu…"
"Dasar cengeng! Diamlah, Rara! Kamu kan sudah besar! Apa kamu tidak
malu merengek-rengek seperti itu? Sudah besar, kok, nangis. Harusnya kamu
malu!" Terdengar sebuah suara. Furi dan Rara kaget. Ia tidak melihat siapasiapa
selain mereka berdua, tapi suara itu bukan suara Rara maupun Furi.
Rara menengok ke kiri dan kanan. Tidak ada siapa-siapa. Rara memutar
badan, menoleh ke belakang. Tidak ada siapa-siapa.
"Hei, perlihatkan dirimu, siapa kamu?" tanya Furi.
"Aku di sini Furi. Aku di atas cangkang Rara. Masak sih kamu tidak
lihat?" ternyata dia seekor bunglon yang biasa dipanggil Pilon. Pantas dia
tidak kelihatan. Ia memang bisa mengubah warna kulit tubuhnya sesuai tempat
yang dihinggapi. Kini Furi bisa melihat keberadaan si Bunglon.
"Rara, aku kasih tau ya, semua makhluk di dunia ini memiliki kekurangan
dan kelebihan masing-masing. Jadi, kamu jangan iri pada kelebihan yang
dimiliki Furi. Lebih baik kamu mencari tahu apa kelebihanmu. Pasti ada,"
kata Pilon.
"Pilon, kamu bisa bilang begittu karena kamu bukan kura-kura sepertiku.
Coba bayangkan jika ke mana-mana kamu harus menyeret cangkang seberat
ini. Kamu pasti akan menderita sepertiku. Kamu pasti akan menangis.
Hu…hu…hu…!"
"Tapi kamu juga mempunyai banyak kelebihan kan? Kamu bisa
menyelam ke dalam air. Apa itu tidak menyenangkan? Kamu bisa melihat
keindahan pemandangan di dalam air, sedangkan Furi atau aku hanya bisa
melihat keindahan alam di darat saja!" Setelah berkata demikian, Pilon
meloncat dari atas cangkang Rara menuju ke sebuah batu yang terletak persis
di depan mata Rara. Sekujur badan Pilon serta merta berwarna hitam sehitam
batu kali di depan Rara. Rara masih menangis tersedu-sedu. Hingga
terdengarlah suara petir menggelegar. Bunyi petir itu mengalahkan
suara tangis Rara. Langit mendung, gelap, matahari tertutup awan pekat. Lalu
tampak cahaya kilat di angkasa yang disertai tiupan angin kencang.
Furi goyah diterpa angin. Ia berusaha tapi angin semakin kencang. Bahkan
kelopak mawar, tempat Furi hinggap, lepas terbawa angin. Furi terseret angin. Ia
tak ubahnya selembar bulu yang tertiup angin kencang.
"Tolong aku! Tolong aku! Tolooong!" Meski Furi telah berteriak-teriak minta
tolong, Pilon dan Rara tak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya bisa melihat Furi
terbawa angin. Tak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Udara terasa
sangat dingin. Rara menyembunyikan kepala, keempat kaki,dan ekornya ke dalam
cangkangnya. Kini, Rara sangat hangat. Sementara Pilon menggigil kedinginan.
Dalam cangkangnya Rara teringat pada apa yang dikatakan Pilon bahwa
semua makhluk di dunia ini memiliki kekurangan dan kelebihan masingmasing.
Rara membayangkan seandainya dia seekor kupu-kupu seperti Furi.
Wah, kini pasti sudah kehujanan, basah kuyup. Sayap-sayapnya yang cantik
jadi sulit digerakan. Setelah berpikir demikian, Rara sadar. Tak ada gunannya
iri pada kelebihan yang dimiliki Furi.
Hujan berangsur-angsur reda. Perlahan-lahan sinar matahari datang. Rara
menggeliat. Oah! Betapa enaknya jadi kura-kura. Rara menggeliat lagi. Oah! Lalu
kepalanya keluar dari cangkang dan melihat ke atas. Wah, ada bianglala, pelangi
yang indah, bagaikan sayap kupu-kupu raksasa. Cantik!
"Pilon, lihat ke atas! Ada pelangi, tuh," teriak Rara.
"Ya, aku tahu," jawab Pilon sambil mengibas-kibaskan kepalanya yang basah.
Tubuh dan ekornya bergetar. Pilon masih kedinginan.
"Eh,ngomong-ngomong, apa kamu masih ingin seperti Furi?" tanya Pilon. "Apa
kamu masih iri pada sayap cantik Furi? Masih ingin bisa terbang? Masih bosan
menjadi kura-kura?" lanjut Pilon.
Rara menggeleng lemah sembari tersenyum malu.
"Aku tidak iri lagi pada Furi, tapi aku tetap sedih karena kehilangan teman
secantik Furi. Aku harap ia baik-baik saja," kata Rara lirih.
Rara dan Pilon sama-sama terdiam. Lama sekali, sambil memandangi
indahnya pelangi di atas cakrawala. Dalam diam mereka berdoa agar Furi
tidak celaka dan bisa menikmati indahnya pelangi. Lalu terdengar teriakan
dari kejauhan,"Aku datang! Aku datang! Aku datang!"
"Ah, Furi datang," Rara dan Pilon saling berpandangan. Furi tampak bugar
dan berseri, seakan tak pernah sedih dan merasa sakit. Padahal ia tadi terembus
angin kencang. Kini, Furi datang bersama teman-temannya. Banyak sekali.
Semuanya bersayap seindah pelangi. Menari-nari di udara bebas. Udara terasa
sejuk segar. Langit terang, Matahari mengintip di balik awan seolah memberi
kesempatan pada bianglala untuk menampakkan diri lebih lama.
Bianglala laksana kupu-kupu yang banyak. Terbang mengambang di
sekeliling awan. Menjalin sebuah selendang bidadari yang melambai-lambai
di udara bebas. Awan-awan tampak seperti kura-kura raksasa berwarna putih.
Bergerak lambat mengiringi tarian kupu-kupu. Indah sekali.
Sumber: Yunior
Posting Komentar